"Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda (fityah) yg beriman kepada Rabb mereka. Dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk". {Terjemah QS. Al-Kahfi : 13}

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam". {Terjemah QS. Ali 'Imran : 102}

"Hai orang-orang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". {Terjemah QS. Muhammad : 7}

"Sesungguhnya aku telah meninggalkan kalian diatas sesuatu yang putih bersinar. Malamnya seperti siangnya. Tidak ada yang menyimpang darinya melainkan dia pasti binasa". {HR. Ibnu Majah}

"Berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah para Khulafa' ur Rasyidin sesudahku. Berpegang teguhlah dan gigitlah sunnah itu dengan gerahammu. Jauhilah perkara-perkara baru (dalam agama). Karena sesunggguhnya setiap bid'ah adalah kesesatan". {HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi}

Sponsors

31 Maret 2013

Dzikir Berjama'ah Selesai Shalat

Apa hukumnya dzikir berjama'ah selesai shalat dengan satu suara sebagaimana yang dilakukan sebagian orang? Apakah sunnahnya berdzikir dengan jahr (mengeraskan suara) ataukah sirr (tidak dikeraskan)?

Jawab :

Sunnahnya adalah berdzikir dengan jahr selepas shalat-shalat yang lima dan selepas shalat Jum'at setelah salam, dengan dalil yang sah dalam ash-Shahihain dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa mengeraskan suara dengan dzikir saat manusia selesai dari shalat wajib ada di masa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Berkata Ibnu Abbas, "Sungguh aku bisa mengetahui jika mereka telah selesai (shalat) jika aku mendengarnya."

Adapun dzikir yang dilakukan secara berjama'ah dimana setiap orang akan meninggikan suara dari yang lain sejak awal sampai akhir, serta taklidnya dia dalam perkara tersebut, maka yang seperti ini tidak ada asalnya, bahkan itu adalah bid'ah. Yang disyari'atkan hanyalah berdzikir kepada Allah yang dilakukan semua orang tanpa dimaksudkan untuk menyatukan suara sejak awal sampai akhir.

Wa bi_Llahi at-taufiq.

(Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu)

----------------------

Sumber : Tuhfah al-Ikhwan bi Ajwibah Muhimmah Tata'allaq bi Arkan al-Islam, hal. 134, pertanyaan no. 75

15 Maret 2013

Ilmu Kedokteran Wajib Kifayah bagi Kaum Muslimin

Saya memiliki seorang putri yang telah memasuki tahun kedua di Fakultas Kedokteran, akan tetapi dia meninggalkan kuliahnya pada tahun ini karena dia meyakini bahwa keluarnya seorang wanita untuk studi hukumnya haram. Perlu diketahui bahwa mahasiswi ini mempelajari ilmu kedokteran dengan niat untuk mengobati kaum wanita muslimah, mengambil spesialisasi dalam penyakit-penaykit wanita dan mengobati orang-orang fakir. Itulah niatnya mengapa dia masuk ke Fakultas Kedokteran dan mempelajari ilmu-ilmu kedokteran. Niat itu masih tetap ada dan selalu bertambah keyakinannya akan hal itu, dan dia menyukai ilmu tersebut. Akan tetapi, dia takut kepada Allah jika keluarnya dia untuk studi adalah perbuatan maksiat. Perlu diketahui juga bahwa mahasiswi ini pergi kuliah dengan mengenakan pakaian Islami yang sempurna, dan memakai niqab (cadar)

*****

Mempelajari ilmu-ilmu medis adalah wajib kifayah bagi kaum muslimin, baik laki-laki maupun perempuan, karena kebutuhan mereka akan perkara tersebut untuk mengobati kaum laki-laki maupun perempuan. (Adapun) keluarnya para wanita dengan berpakaian tapi telanjang dan tidak mengenakan pakaian yang menjaga kehormatan bahkan bertabarruj (berhias) adalah haram.

Jika putri Anda sebagaimana yang Anda sebutkan, mengenakan pakaian Islami saat keluarnya, yang menutup seluruh badannya dan tidak menampakkan apa yang ada dibaliknya, tidak membentuk anggota-anggota tubuhnya, maka tidak mengapa dia keluar rumah karena ada hajat untuk hal tersebut, jika kegiatan studinya tidak bercampur baur antara laki-laki dan perempuan. Bahkan seharusnya dia menyelesaikan studi kedokterannya, terkhusus yang berkait dengan wanita dan anak-anak; karena umat sangat membutuhkan dokter-dokter wanita, sehingga seorang wanita tidak harus diperiksa oleh kaum laki-laki karena kondisi darurat, atau melihat auratnya saat membantu melahirkan, atau mendiagnosa penyakitnya. Jika niatnya benar dalam studinya dan dalam melaksanakan tugasnya, maka baginya pahala yang besar. Maka hendaknya dia mengharapkan ganjaran tersebut dan memperbaiki niatnya. Teruslah untuk melanjutkan studi kedoteran tersebut dengan keberkahan dari Allah. Kami memohon taufiq kepada Allah untuknya dan hidayah kepada jalan yang lurus.

Wa bi_Llahi at taufiq.

Al-Lajnah ad-Da'imah li al-Buhuts al-'Ilmiyyah wa al-Ifta'

Ketua :
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Wakil Ketua :
Abdul Razzaq 'Afifi

Anggota :
Abdullah bin Ghudayyan
Abdullah bin Qu'ud

------------------------

Sumber : Fatawa al-Lajnah ad-Da'imah, XII/181, fatwa no. 5363

10 Maret 2013

Memakai Cincin untuk Kesembuhan

Pendengar A.A.M bersama istrinya mengirim surat yang mereka mengatakan dalam surat tersebut bahwa ayah mereka wafat dan dahulu ia mengenakan cincin yang diyakininya mampu memberikan kesembuhan dari penyakit impotensi, dan karenanya ia memakainya, sementara ia tidak mengetahui bahwa perbuatan itu diharamkan. Mereka bertanya : Apa yang mesti mereka lakukan sekarang setelah sang ayah wafat dan ia berada dalam kejahilan itu? Apa yang Anda nasehatkan kepada mereka?

*****

Jawab :

Doakan pemaafan dan ampunan untuknya. Karena orang itu jahil, mengira bahwa penggunaan itu akan bermanfaat, yaitu penggunaan cincin, dan bahwa hal itu akan memberi manfaat pada pengobatan, pada sisi medis. Seandainya ia masih hidup, ia wajib diingatkan, diberitahukan tentang perkara menggantung jimat dan (penggunaan) cincin bagi orang yang meyakininya bahwa hal itu termasuk dalam sebab-sebab kesembuhan, dan bahwa hal itu tidak boleh sebagaimana yang diketahui dalam pandangan para ulama.

Intinya, menggantung kain, kertas, cincin atau kalung untuk maksud penyembuhan tidak dibolehkan, dan Nabi -alaihish shalatu was salam- melarang hal tersebut. Akan tetapi, selama orang itu melakukannya dengan kejahilan, tetap didoakan ampunan dan rahmat untuknya, serta dishalatkan (saat wafat). Wal hamdu li_Llah.

(Fatawa Nur 'ala ad-Darb, Pertanyaan no. 27, rekaman no. 345)

------------------

04 Maret 2013

Uang Hasil Pembuatan Laporan Fiktif

Ringkasan ini tidak tersedia. Harap klik di sini untuk melihat postingan.